Rabu, 02 Juni 2010
Manusia Monyet Cerewet Jadi Tontonan
ENDE, KOMPAS.com — Manusia langka yang memiliki wajah mirip monyet, Septiani Abdulah (11), ternyata punya pembawaan unik. Dia sangat cerewet dan punya rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu.
"Dia cerewet sekali dan sikap ingin tahunya tinggi. Bertanya terus. Kalau belum puas dengan jawaban yang disampaikan, dia akan tanya lagi," tutur perempuan yang mengaku sebagai tante Septi kepada FloresStar di Gedung Baranuri, Ende, Nusa Tenggara Timur.
Perempuan tamatan SMA di Kota Gorontalo dua tahun silam ini enggan menyebut identitasnya. Dia mewakili ibunda Septiani, Fatmanusi, untuk mendampingi Septi melakukan tur manusia langka yang diprakarsai Yayasan Gebyar Manusia Langka, Jakarta.
Sehari-hari, kata tantenya, Septi bergaul dan bermain dengan anak-anak seusianya di sekolah maupun di rumah. Meski bentuk tubuhnya berbeda, Septi yang kini duduk di kelas III SD Negeri Dumbayan mampu bergaul seperti biasa dengan teman-temannya.
"Dia, kan, sekolah di sekolah umum. Dia tidak merasa minder dengan anak-anak lain," katanya.
Pantauan FloresStar selama pertunjukan di Gedung Baranuri, Selasa (1/6/2010) siang, Septi terlihat selalu memeluk bantal berwarna merah muda yang bergambar boneka. Gerakan kaki dan tangannya agak aneh. Entah karena sikap bawaannya atau sekadar menarik pengunjung.
Ketika pengunjung melihatnya dari jarak dekat, Septi tak sungkan memperlihatkan bentuk wajahnya yang mirip monyet. Juga bulu dari tengkuk hingga ke pantat. Dia rela membuka baju di bagian belakang guna memperlihatkan bulu yang tumbuh lebat memenuhi tubuhnya. Hal ini membuat para pengunjung mengabadikannya dengan kamera digital atau handphone.
Demikian juga bentuk kaki dan tangan Septi yang berbeda dari anak-anak yang tumbuh normal. Kulit tubuhnya kuning, kaki dan tangan kecil dan ada guratan-guratan.
Perbedaan paling mencolok adalah wajahnya. Septi memiliki bentuk mulut yang lebar mirip mulut monyet dan hidungnya juga besar dengan lubang yang terlihat agak lebar. Bentuk bola matanya terlihat bundar panjang. Hal yang sama terlihat pada alis matanya yang lebih besar dibanding bentuk mulut dan hidung.
Nada bicaranya pun berbeda dengan anak-anak yang normal. Ucapan huruf-huruf vokal dan konsonan tidak jelas terdengar. Saat diajak ngobrol, Septi bercerita tentang aktivitasnya di sekolah, di luar sekolah, dan pengalaman tur bersama pengurus Yayasan Gebyar Manusia Langka.
"Kalau ke sekolah, saya pakai jilbab. Anak-anak yang lain juga pakai jilbab. Kami main sama-sama, main apa saja. Saya tahu baca dan tulis," tutur Septi polos. (Eugenius Moa)
sumber,regional.KOMPAS.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar